BAB II
PEMBAHASAN
MACAM-MACAM MODEL
KONSEP KURIKULUM
A. Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi
pendidikan.Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang
yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian
besar isi pendidikan yang diberikan atau yang disiapkan oleh guru. Karena
kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya sangat bersifat
intelektual, nama-nama matapelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama
dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika,
ilmu kealaman, sejarah dsb.[1]
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan
dalam perkembangankurikulum subjek akademis yaitu:
a. Melanjutkan pendekatkan struktur
pengetahuan.
b. Studi yang bersifat integratif.
c. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
a.
Cirri-ciri kurikulum subjek akademis .
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri-ciri berkenaan dengan
tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis
adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan
ide-ide dan proses penelitian. Metode yang banyak digunakan dalam kurikulum
subjek akademis adalah metode ekspositori dan inquiry. Sedangkan pola
organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis antara lain:
1. Correlated curriculum
2. Unified atau concentrated curriculum
3. Integrated curriculum
4. Problem solving curriculum.
Tentang kegiatan evaluasi kurikulum subject akademis menggunakan bentuk
evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.
b.
Pemilihan disiplin ilmu.
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis
adalah bagaimana memilih mata pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang
ada. Ada bebrapa saran untuk mengatasi masalah tersebut yaitu:
1. Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh dengan menekankan pada
bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
2. Mengutamakan kebutuhan
masyarakat ( social utility).
3. Menekankan pengetahuan dasar.
c.
Penyesuaian mata pelajaran dengan
perkembangan anak
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyusunan
bahan secara logis dan sistematis dari pada menyelaraskan urutan bahan dengan
kemampuan berfikir anak. Mereka umunya kurang memperhatikan bagaimana siswa
belajardan lebih mengutamakan susunan isi yaitu apa yang diajarkan. Proses
belajar yang ditempuh oleh siswa sama pentingya dengan penguasaan konsep,
prinsip-prinsip dan generalisasi.
Untuk mengatasi kelemahan diatas dalam perkembangan selanjutnya dilakukan
bebrapa penyempurnaan , pertama untuk mengimbangi penekanannya pada proses
berfikir, kedua adnya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan
perbedaan individu dan kebutuhan setempat, ketiga pemanfaatan fasilitas dan
sumber yang ada pada masyarakat.
B. Kurikulum Humanistik.
Kurikulum humanistic dikembangkan oleh
para ahli pendidikan humanistic. Kurikulum ini berdasarakan konsep aliran
pendidikan pribadi ( personalized education) yaitu john dewey ( progressive
education) dan J.J Rousseau (romantic education).aliran ini lebih memberikan
tempat utama kepada siswa. mereka bertolak dari asumsi bahwa anak/ siswa adalah
yang pertama dan utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat
kegiatan pendidikan.[2]
Pendidikan humanistic menekankan peranan
siswa.Pendidikan merupakan suatu upaya untuk menciptakan situasi yang permisif,
rileks, dan akrab. Oleh karena itu, peranguru yang diharapkan adalah sebagai
berikut:
1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
2. Menghormati individu peserta didik,
3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
a.
Karakteristik kurikulum humanistic.
Kurikulum humanisik mempunyai beberapa karakteristik berkenaan dengan
tujuan , metode, organisasi isi dan evaluasi. Menurut para humanis kurikulum berfungsi
menyediakan pengalaman atau pengetahuan berharga untuk membantumemperlancar
perkembangan pribadi murid. Bagi mereka tujuan pendidikan adalah proses
perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas,
dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang laindan
belajar.
Kurikulum humanistic menuntut hubungan emosional yang baik antara guru
dengan murid. Dalam evaluasi kurikulum humanistic berbeda dengan yang biasa.
Model lebih mengutamakan proses daripada hasil.
b.
Kelemahan kurikulum humanistic.
1. Keterlibatan
emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual
peserta didik.
2. Meskipun kurikulum
ini sangat menekankan individu peserta didik, pada kenyataannya di setiap
program terdapat keseragaman peserta didik.
3. Kurikulum ini
kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
4. Dalam kurikulum
ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.
C. Kurikulum Rekontruksi Sosial
kurikulum rekontruksi social berbeda
dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian
pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat.Kurikulum ini
bersumber pada aliran pendidikan interaksional.Menurut mereka pendidikan bukan
upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerjasama. Kerjasama atau
interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara
siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan denga sumber
belajar lainnya.melalui interaksi dan kerjasama ini siswa berusaha memecahkan
problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan
masyarakat yang lebih baik.
Pandangan rekonstruksi social di dalam
kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan
menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara
kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan
konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan
masalah-masalah social.
Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan
gagasannya tentang rekonstruksi social. Dalam masyarakat demokratis, seluruh
warga masyarakat harus ikut serta dalam perkembangan dana pembaharuan
masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai posisi yang cukup
penting.Sekolah bukan saja dapat membantu individu mengembangkan kemampuan
sosialnya, tetapi juga dapat membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya
dalam kegiatan social.
Desain kurikulum rekonstruksi social
Ciri dari desain kurikulum ini adalah,
a. Asumsi
b. Masalah-masalah social yang mendesak
c. Pola-pola organisasi
Komponen-komponen kurikulum rekonstruksi sosisal
a. Tujuan dan isi kurikulum
b. Metode
c. Evaluasi
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum
ini antara lain melibatkan
1. Survey kritis terhadap suatu masyarakat
2. Study yang melihat hubungan antara ekonomi local dengan ekonomi
nasional atau internasional
3. Studi pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi local
4. Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
5. Berbagai pertimbangan perubahan politik
6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya
A.
kurikulum Teknologi
Di kalangan pendidikan, teknologi sudah
dikenal dalam bentuk pembelajaran berb asis computer, system pembelajaran
individu, kaset atau video pembelajaran.Banyak pihak yang kurang menyadari
bahwa teknologi sangat membantu menganalisi masalah kurikulum, dalam hal
pembuatan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan instruksional.[3]
Persepektif teknologi sebagai kurikulum
ditekankan pada efektifitas program metode dan material untuk mencapai
suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dalam dua cara
yaitu aplikasi dan teori.
Pada tahun 1960, B. F. Skimmer menganjurkan efesiensi
dalam belajar, yaitu cara mengajar yang memberikan lebih banyak subjek kepada
peserta didik .Efesiensi ini adalah tahapan belajar melalui terminal perilaku
tertentu. Berdasarkan hal ini, teknologi mengembangkan aturan-aturan untuk
membangun kurikulumdalam bentuk latihan terprogram.[4]
Ciri-ciri kurikulum teknologis
a. Tujuan. Tujuan diarahkan pada
penguasaan kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
b. Metode. Metode yang merupakan
kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap
perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan
maka respon tersebut diperkuat.
c. Organisasi bahan ajar. Bahan ajar
atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi.
d. Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan
pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester.
Teknologi berperan dalam meningkatkan
kualitas kurikulum, dengan mamberi kontribusi mengenai keefektifan
intruksional, tahapan intruksional, dan memantau perkembangan peserta
didik.Oleh karenanya sangat beralasan bahwa dewasa ini semakin banyak kurikulum
efektif yang selaras dengan perkenbangan teknologi.Meskipun biaya yang
dikeluarkan dalam pengembangan kurikulum teknologi ini cukup besar, tapi sebanding
dengan nilai yang didapat dan pembelajaran bagi para siswa saat model ini
diterapkan.
Salah satu kelemahan kurikulum teknologi
ini adalah kurangnya perhatian pada penerapan dan dinamika inovasi. Model
teknologi ini hanya menekankan pengembangan efektifitas produk saja, sedangkan
perhatian untuk mengubah lingkungan yang lebih luas, seperti organisasi
sekolah, sikap guru, dan cara pandang masyarakat sangat kurang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum yang digunakan dalam lingkungan
pendidikan dapat berupa realisasi dari masing-masing model kurikulum hal dapat
disesuaikan berdasarkan kebijakan yang diputuskan pemerintah dalam usaha
meningkatkan kualitas pendidikan.
Kebijakan kurikulum yang ada dapat
berdasarkan kepada satu model kurikulum atau berdasarkan gabungan dari setiap
model kurikulum yang tercermin dari landasan filosofis, tujuan, materi,
kegiatan belajar, mengajar dan smapai kepada evaluasi.
Porsi dari setiapkurikulum yang
digunakan pada setiap jenjang pendidikan tidak sama, porsi penggunaan kurikulum
harus disesuaikan dengan karakterisitik dari setiap jenjan pendidikan, baik itu
pendidikan didasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi dan
penyesuaian juga harus dilakukan terhadap karakter perkembangan peserta didik.
Pendidikan tinggi juga memiliki porsi yang berbeda
terhadap penggunaan setiap kurikulum yang didasarkan pada output pendidikan
yang diharapkan dan in terjadi pada pendidikan vokasional, pendidikan profesi,
dan pendidikan akademik.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, oemar. 2007. Dasar-dasar pengembangan kurikulum.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syaodih, sukmadinata, nana. 2008. Pengembangan kurikulum .
bandung: PT Remaja rosdakarya.
Nana syaodik sukmadinata. 1998. Prinsip dan landasan pengembangan
kurikulum. Jakarta: PT Rosdakarya.
[2]
Oemar hamalik. 2007.
Dasar-dasar pengembangan kurikulum. Bandung: PT Remaja rosdakarya. Hal 144.
[3]
Nana syaodik
sukmadinata. 1998. Prinsip dan landasan pengembangan kurikulum. Jakarta: PT
Rosdakarya. Hal 88.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar